Beranda | Artikel
Tujuan-Tujuan Ibadah Haji (Bag. 8)
Senin, 2 Juni 2025

Tujuan ketigabelas: Bimbingan agar memiliki akhlak mulia

Di antara tujuan ibadah haji adalah mendidik agar memiliki akhlak mulia dan adab yang baik serta menghiasi diri dengan sifat serta adab yang sempurna.

Haji adalah puncak madrasah untuk membentuk adab dan akhlak. Di dalamnya terdapat pendidikan bagi setiap muslim untuk memiliki akhlak yang agung, muamalah yang baik, menghindari celaan, serta jauh dari perdebatan yang tercela. Allah Ta’ala berfirman,

فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ

“Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.“  (QS. Al-Baqarah: 197)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Siapa saja yang berhaji ke Ka’bah, lalu tidak berkata-kata rafats dan tidak berbuat kefasikan, maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari no. 1521)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada manusia saat menunaikan haji,

أيها الناس، السكينة السكينة

“Wahai manusisa, bersikaplah tenang, bersikaplah tenang!“ (HR. Muslim no. 1218)

Nabi juga berkata kepada jemaah haji ketika melempar jumrah,

لَا يَقْتُلْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا

“Janganlah kalian saling membunuh satu dengan yang lainnya.“ (HR. Abu Dawud no. 1966)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ketika haji wada’,

ألَا أُخبِرُكم بالمؤمنِ: مَن أمِنه النَّاسُ على أموالِهم وأنفسِهم والمسلمُ مَن سلِم النَّاسُ مِن لسانِه ويدِه

“Maukah kalian kuberitahu pengertian mukmin? Mukmin yaitu orang yang memastikan dirinya memberi rasa aman untuk jiwa dan harta orang lain. Sementara muslim ialah orang yang memastikan ucapan dan tindakannya tidak menyakiti orang lain.“ (HR. Ahmad no. 23958)

Beliau juga bersabda kepada Umar bin Khattab,

يا عُمَرُ، إنَّك رجُلٌ قويٌّ، لا تُزاحِمْ على الحَجَرِ فتُؤذِيَ الضعيفَ، إنْ وجَدتَ خَلْوَةً فاسْتَلِمْه، وإلَّا فاستقبِلْه فهَلِّلْ وكبِّرْ

“Wahai Umar, kamu adalah lelaki yang kuat, maka janganlah berdesakan di hajar aswad, karena akan menyakiti orang yang lemah. Jika kamu mendapatkan hajar aswad dalam keadaan sepi, maka ciumlah dia; dan jika tidak, maka menghadaplah ke arahnya sambil bertahlil dan bertakbir.” (HR. Ahmad no. 190)

Lelaki yang kuat tidak menggunakan kekuatannya untuk menyakiti manusia. Seseorang tentu ingin mencium hajar aswad. Namun, jika menciumnya menyebabkan orang lain celaka, tentu tidak akan dilakukan. Karena mencium hajar aswad hukumnya sunah, adapun menyakiti manusia adalah keharaman.

Haji mendidik setiap muslim untuk berhias dengan akhlak yang agung dan mulia, bersikap sabar dan lemah lembut, serta bermuamalah yang bagus kepada sesama. Lebih-lebih jika dia menyadari bahwasanya para jemaah haji adalah tamu Allah. Maka, bersikap lembut dan baiklah terhadap mereka dan berkasih sayanglah dalam muamalah tehadap mereka. Ibadah haji mengajarkan mereka untuk bersikap demikian. Jika setiap jemaah haji bisa merasakan hal ini dalam haji mereka, maka mereka akan kembali dengan membawa adab Islam yang bagus dan berhias dengan akhlak yang mulia.

Jemaah haji hendaknya mencari tempat dan waktu mustajab saat berhaji untuk memohon kepada Allah agar memberi petujuk kepadanya berupa akhlak yang baik. Tidak ada yang dapat memberi petunjuk untuk mendapat kebaikan akhlak kecuali Dia. Dan hanya Allah yang memalingkan darinya keburukan akhlak. Tidak ada yang bisa memalingkan keburukan akhlak kecuali Dia.

Tujuan keempatbelas: Membentuk sikap pertengahan dalam beragama

Di antara tujuan haji adalah merealisasikan sikap pertengahan, di mana hal ini adalah perhiasan bagi agama ini dan menunjukkan keindahan syariat ini. Agama Allah adalah agama yang pertengahan, tidak berlebih-lebihan dan tidak pula meremehkan. Allah Ta’ala berfirman,

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan.“ (QS. Al-Baqarah: 143)

Yang dimaksud firman Allah (أُمَّةً وَسَطاً) adalah umat yang adil. Tidak berpaling dari kebenaran, yaitu tidak berlebih lebihan dan tidak pula kurang, namun berada adil di pertengahan. Ibadah haji penuh dengan kedudukan yang agung dan pelajaran penting yang memberikan bimbingan tentang pentingnya bersikap pertengahan dan menunjukkan pentingnya bersikap adil. Di antara perkara yang penting dalam masalah ini adalah memperhatikan petunjuk nabi dan sunah beliau ketika melempar jumrah dengan ketentuan yang telah beliau tetapkan. Setelah itu, perhatikan kondisi manusia terhadap sunah tersebut. Keadaan manusia dalam hal ini antara sikap berlebih-lebihan dan sikap kurang, sikap melampaui batas dan sikap meremehkan, kecuali orang-orang yang Allah beri taufik dan kemuliaan kepada mereka untuk bisa seusai dengan petunjuk sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dikeluarkan oleh Imam An-Nasa’i, Ibnu Majah, Imam Ahmad, dan yang lainnya,

قال ابنُ عباسٍ : قال لي رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ غداةَ العقبةِ وهو على راحلتِه : هاتِ القُطْ لي فلقطتُ له حصياتٍ هي حصى الخذفِ فلمَّا وضعتُهنَّ في يدِه قال : بأمثالِ هؤلاءِ بأمثالِ هؤلاءِ ثلاثَ مراتٍ وإياكم والغُلُوُّ في الدِّينِ فإنَّما أهلك من كان قبلَكم الغُلُوُّ في الدِّينِ

Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku pada pagi hari di Al-‘Aqabah  ketika beliau sedang di atas tunggangan, “Bawakan aku kerikil-kerikil itu.” Maka aku mengambil beberapa kerikil untuk beliau, yang merupakan kerikil-kerikil  untuk melempar. Ketika aku meletakkannya di tangan beliau, Nabi bersabda, “Sejenis ini, sejenis ini, -sebanyak tiga kali-. Waspadalah terhadap sikap berlebihan dalam agama, karena sikap berlebihan dalam agama itulah yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian.“

Dalam sabda Nabi (بأمثالِ هؤلاءِ); maksudnya adalah kerikil yang dibawa seukuran yang disebutkan dalam hadis, yaitu batu kecil berupa kerikil. Yang dimaksud adalah batu kecil atau kerikil, bukan yang sangat kecil sekali sehingga tidak disebut kerikil, dan juga tidak terlalu besar sehingga disebut batu biasa. Yang dimaksud adalah yang ukurannya pertengahan, tidak terlampau besar dan tidak pula terlampau kecil sekali.

Dalam sabda (وإياكم والغُلُوُّ); mencakup makna umum berupa seluruh jenis tindakan melampaui batas, baik dalam keyakinan maupun amal, karena yang menjadi patokan adalah keumuman makna perkataan tersebut, bukan kekhususan sebab yang melatarbelakangi diucapkannya perkataan tersebut. Seorang muslim dilarang bersikap ghuluw pada setiap keadaan -tidak hanya ketika melempar jumrah saja-, dan mereka diperintahkan mengikuti petunjuk Rasul dan mengikuti sunah dalam seluruh perkara.

Gambaran kondisi ini menjelaskan kepada kita sikap pertengahan agama ini dalam setiap perkara. Agama Allah adalah pertengahan antara sikap ghuluw atau melampaui batas dan sikap kurang atau meremehkan. Seorang  muslim ketika selesai dari hajinya mendapatkan faidah penting berupa pendidikan baginya selama ibadah haji, yaitu agar amalnya senantiasa pertengahan, tidak ghuluw dan juga tidak kurang. Sikap pertengahan akan terwujud jika dia melakukannya sesuai dengan sunah nabi.

Hendaknya seseorang waspada jangan sampai melewati batas sunah Nabi, baik ghuluw maupun meremehkannya. Setan akan sangat bersemangat kepada kaum mukminin untuk memalingkannya agar jauh dari jalan shiratal mustaqim, baik dengan cara ghuluw maupun bersikap meremehkan. Setan tidak peduli dari dua cara ini yang mana yang akan berhasil menyesatkan manusia. Sebagian salaf berkata, “Tidaklah Allah memerintahkan suatu perkara kecuali ada setan yang akan menyesatkan dengan dua cara; baik dengan bersikap kurang dan meremehkan, ataupun sikap ghuluw dan melewati batas, dan dia tidak peduli cara mana yang akan berhasil.” Setan akan duduk bersama seorang muslim di jalannya, dia tidak pernah kendor dan bosan untuk melakukan tipu daya terhadapnya untuk menyesatkannya dan memalingkannya dari jalan shiratal mustaqim.

Sesungguhnya bersikap adil dalam setiap perkara -dengan berada di pertengahan antara yang melampaui batas dan meremehkan- merupakan manhaj yang lurus dan inilah shiratal mustaqim, yang hendaknya seluruh kaum mukminin menempuh jalan ini sebagaimana Allah perintahkan mereka di dalam kitab-Nya. Sebagaimana pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahan hal ini. Sikap adil dan pertengahan adalah mengambil batasan yang merupakan batasan dari Allah bagi hamba-Nya. Dengan hal ini, Allah akan memuji kaum mukminin. Sebaik-baik manusia adalah yang bersikap pertengahan, yang tidak meremehkan namun juga tidak ghuluw melampaui batas, bahkan dia selalu mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tujuan kelimabelas: Merasakan dan menyadari betapa agungnya karunia Allah

Di antara tujuan haji yaitu di dalamnya terkandung pelajaran untuk merasakan dan menyadari nikmat Allah berupa hidayah dan taufik dari-Nya sehingga bisa melakukan ketaatan, bisa menjadi seorang muslim, bisa berhaji, bisa bertalbiyah, serta menjadikan dirinya sebagai hamba yang senantiasa berzikir dan bersyukur. Itu semua merupakan nikmat dari Allah dan anugerah bagi hamba. Jika tidak karena nikmat dari Allah, maka dia tidak bisa berhaji. Jika tidak karena nikmat Allah, niscaya dia tidak akan bisa menunaikan salat. Seandainya bukan karena nikmat Allah kepadanya, maka dia tidak akan bisa merasakan nikmat Islam ini. Allah Ta’ala berfriman,

أَفَمَن شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِّن رَّبِّهِ

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)?“ (QS. Az-Zumar: 22)

Hidayah adalah nikmat Allah dan karunia dari-Nya yang Allah anugerahkan kepada siapa saja yang Allah kehendaki, dan Dialah Allah Yang Maha Agung.

Amal-amal haji dan rangkaian syariat haji yang mulia ini mengingatkan hamba akan nikmat ini dan menyadari akan anugerah yang sangat agung ini. Hendaknya seorang hamba senantiasa memuji Allah atas karunia ini. Memuji Allah yang telah menjadikannya bisa berhaji, bisa bertalbiyah, menjadi seorang muslim, dan memberi taufik untuk beramal dan senantiasa memberinya petunjuk. Perhatikan rangkaian ayat-ayat haji dalam surah Al-Baqarah,

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُواْ فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُواْ اللّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّآلِّينَ

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di masy’aril haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu. dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.“ (QS. Al-Baqarah: 198)

Maksudnya adalah berzikirlah kepada Allah dengan menyadari nikmat Allah kepada kalian berupa hidayah dan keselamatan dari kesesaatan. Seandainya bukan karena nikmat dari Allah, maka kalian tidak mendapatkan hidayah. Seandaianya Allah tidak menyelamatkan kalian dari kesesatan, maka sungguh kalian akan termasuk orang-orang yang tersesat. Allah Ta’la berfirman,

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.“ (QS. Al-Hajj: 37)

Maksudnya adalah mengagungkan Allah dan memuliakan-Nya, yaitu sebagai balasan atas hidayah yang Allah berikan kepada kalian. Sesungguhnya Allah berhak mendapat puncak sanjungan dan kemuliaan pujian. Pengagungan yang paling tinggi kepada Allah merupakan di antara tujuan haji yang selayakanya seorang hamba menghadirkan hal ini ketika berhaji, dengan senantiasa mengingat nikmat Allah kepada kalian berupa hidayah bisa berhaji, salat, puasa, dan beragama secara umum.

Inilah di antara tujuan haji yang paling penting. Kita memohon kepada Allah agar memberi taufik kepada kita semua ilmu yang bermanfaat dan amal saleh serta mewujudkan beragam tujuan-tujuan haji ini.

[Selesai]

Kembali ke bagian 7

***

Penulis: Adika Mianoki

Artikel Muslim.or.id

 

Referensi:

Maqashidul Hajj, karya Syekh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin al-Badr hafizhahullah.


Artikel asli: https://muslim.or.id/105922-tujuan-tujuan-ibadah-haji-bag-8.html